Rabu, 16 Juni 2010

BACAAN ANAK


PELUANG MENGHIDUPKAN KEMBALI
BACAAN KOLEKTIF

Taufik Ampera

Depdiknas di bawah kepemimpinan Mendiknas yang baru, Mohammad Nuh telah bertekad untuk menjalankan program pengembangan pendidikan 2010-2014. Program yang akan dijalankan tersebut mempunyai visi ”Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan Nasional untuk Membentuk Insan Indonesia Cerdas Komprehensif”. Misi pengembangan program terangkum dalam 5K, yakni meningkatkan Ketersediaan Layanan Pendidikan, Memperluas Keterjangkauan Layanan Pendidikan, Meningkatkan Kualitas/Mutu dan Relevansi Layanan Pendidikan, Mewujudkan Kesetaraan dalam Meperoleh Layanan Pendidikan, dan Menjamin Kepastian Memperoleh Layanan Pendidikan.

Untuk menjalankan misi tersebut, Mendiknas telah menyiapkan delapan program untuk mengisi kinerja 100 hari Depdiknas. Satu dari delapan program yang dicanangkan adalah program pengembangan budaya dan karakter bangsa. Bahan Ajar tersusun Januari 2010. Mitra pelaksanaan program tersebut adalah Depbudpar dan Menegpora. Program tersebut merupakan program yang mulia dalam rangka pengembangan budaya bangsa dan pembentukan karakter bangsa. Melalui program tersebut diharapkan bangsa ini memiliki jati diri yang kuat.
Untuk mencapai visi membentuk insan Indonesia cerdas komprehensif dan berkembangnya kebudayaan yang dapat memperkokoh karakter bangsa diperlukan tersedianya bahan bacaan yang baik. Harus diakui bahwa bacaan dapat membentuk anak menjadi manusia yang berwatak, arif, berwawasan, dan berinteligensia tinggi di masa depan.

Jika kita mengingat kembali masa kanak-kanak kita yang telah lama berlalu, ada pengalaman yang sangat berkesan dengan hadirnya bacaan kolektif, yaitu buku bacaan yang dapat dinikmati oleh setiap anak yang hidup pada masanya. Bacaan kolektif yang pernah jaya dalam catatan sejarah masyarakat Sunda, misalnya Rusdi jeung Misnem. Buku tersebut merupakan buku bacaan bahasa Sunda untuk murid-murid SD pada masa sebelum perang. Buku tersebut menceritakan kehidupan anak-anak kampung Sunda. Gambaran kehidupan dan budaya masyarakat Sunda di perkampungan dalam buku tersebut sesuai dengan keadaan pada masa buku itu ditulis, maka tidak aneh jika dewasa ini banyak orang Sunda yang terkesan dengan penggambaran buku tersebut. Buku tersebut menjadi populer karena memiliki keterkaitan dengan jiwa pembacanya.

Sebagai bacaan kolektif, buku Rusdi jeung Misnem dapat membangkitkan pengalaman alam bawah sadar pembacanya ketika pembaca menyusuri bagian demi bagian, pembaca diajak untuk menelusuri berbagai latar yang mengaktivasi imajinasi. Buku tersebut pun merupakan produk kebudayaan yang menggambarkan kehidupan anak-anak Sunda dengan metafora yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Unsur psikologis dan kedalaman simbolis keluar dari ikon-ikon dalam bacaan tersebut. Jelas sekali Rusdi jeung Misnem sebagai bacaan kolektif pada masanya dapat memberikan kesan yang mendalam atas pengggambaran budaya dan dapat pula memperkokoh jati diri suatu kelompok masayarakat akan kecintaannya terhadap kebudayaan yang diusungnya. Demikian pula dengan bacaan kolektif lainnya, seperti Taman Pamekar, Panggelar Boedi, dan Ganda Sari.

Sayang sekali tradisi bacaan kolektif telah lama mati terlindas kemajuan media. Bacaan-bacaan yang ada kurang memberikan kesan yang mendalam bagi pembacanya. Sehingga beberapa generasi yang tidak merasakan hadirnya bacaan kolektif tidak memiliki pengalanam bersama dalam memaknai hidup. Berkaca pada kenyataan tersebut, adanya kebijakan Mendiknas yang tertuang dalam program 100 hari dapat memberikan peluang untuk menghidupkan kembali tradisi bacaan kolektif sebagai bahan ajar di sekolah. Untuk mewujudkan itu, bukan merupakan suatu kerja yang sulit sebab sebelum perang pun di tanah air tercinta ini telah lahir buku bacaan yang berkualitas yang membekas pada relung hati, perasaan, dan ingatan pembacanya. Saya yakin, bila ada kemauan dan upaya, bangsa yang besar ini akan menghasilkan kembali buku bacaan yang bermutu sebagai bahan ajar yang tentunya bermuatan budaya yang dapat mengekalkan karakter bangsa.
* dimuat pada Tribun Jabar, 9 Januari 2010

Tidak ada komentar: